Senin, 19 September 2016

TEORISASI MENDIDIK KE-INDONESIA-AN



Sebenarnya tulisan ini pernah dimuat pada opini_lombokpost. Dan maksud saya, memuat kembali tulisan ini di blog pribadi saya, tidak lain tidak bukan, hanya ingin kembali merangsang niat untuk menulis, dikarenakan banyak kegiatan yang menjadikan waktu menulis saya tidak terealisasi juga. Mudah-mudahan dengan memuat kembali tulisan ini, membuat saya aktif menulis lagi untuk pembaca-pembaca.

Konsepsi pendidikan bukanlah sekedar membuat anak didik menjadi sopan, taat, jujur, hormat, setia, sosial, dan sebagainya. Tidak juga hanya membuat mereka tahu ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta mampu mengembangkannya. Namun pendidikan dimaksudkan untuk membantu anak didik dengan penuh kesadaran mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampuan serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan umat Tuhan.
Tujuan konsepsi ini paling tidak dapat direfleksikan berturut-turut dari pendapat Ki Hajar Dewantara yang mengatakan: “Pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.” Dan definisi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yang tertulis dan terbaca, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Sudah tentu konsepsi tersebut tidak luput dari kegiatan mendidik yang memang sebagai upaya nasional membudayakan manusia dan memanusiakan manusia Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan yang tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Mendidik anak didik menjadi terdidik, adalah perbuatan mulia seorang pendidik yang hidupnya untuk mengajar bukan mengajar untuk hidup, karena bukankah “orang terdidik yang alim itu lebih tinggi dan utama daripada orang yang suka ibadah (sunat)”?. Dalam hal ini mencari puncak kebenaran dengan sarana belajar-mengajar, menyakinkan untuk memungkinkan dan bahkan ternilai benar meransang kita dapat menyembah Tuhan secara benar, membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, indah dan jelek, dan kepalsuan.
Keapatisan terhadap ilmu pengetahuan bisa jadi termanifestasi berlaku kejam kepada diri sendiri dan menghukum dirinya dengan beribadah kepada Tuhan tanpa ilmu pengetahuan yang tepat. Sehingga janganlah kita pendidik berhenti menyelamatkan dan memperkaya perbendaharaan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh, karena memperlakukan anak didik seperti yang seharusnya, berarti telah membantunya mewujudkan apa yang mampu mereka wujudkan, dan pendidik tidak berarti apa-apa bilamana tidak mempunyai pengetahuan tentang anak didiknya.
Dalam kegiatannya, pendidikan dapat digolongkan sebagai suatu unsure cultural-activity dan speciality, sebab kegiatan tersebut menuntut suatu keahlian dan kebijaksanaan eksistensial emansipatoris. Kegiatan pendidikan hal yang praktis, yang menuntut alasan dasar tindakan yang berupa jawaban terhadap pertanyaan “mengapa bertindak A dan bukan B”. Hal ini menuntut teorisasi, suatu pemikiran keilmuan generasi muda. Dengan demikian kegiatan pendidikan mengupayakan terbentuknya pendukung kebudayaan yang muda usia sebagai spesialis. Namun hingga kini kegiatan pendidikan nusantara yang teridentifikasi sudah terselenggara ribuan tahun yang lampau, yang terekam pada kesenian rakyat, cerita rakyat, dan kesusastraan, ataupun peninggalan-peninggalan budaya nusantara, namun hingga kini tampak bahwa teorisasi pendidikan dalam kebudayaan Indonesia belum banyak dilakukan.
Adagium “dimana jatidiri bangsa Indonesia disitu pancasila, undang-undang dasar 1945, bhinneka tunggal ika, tut wuri handayani, dan NKRI berada.” Menemukan jatidiri hanya dapat diperoleh dengan cara belajar, belajar menjadi manusia Indonesia agar mampu mempaku dalam diri konsep Negara tersebut sebagai cerminan warga Negara bangsa Indonesia.
Pendidikan di Indonesia adalah tindak mendidik terhadap manusia Indonesia. Perbuatan mendidik hanya cocok dengan “kemungkinan terjadinya perbuatan mendidik secara ilmu pengetahuan” dan “hakikat manusia” itu sendiri. Paradigma pencerdasan kehidupan bangsa diduga dapat memperoleh konsep-konsep baru tentang pendidikan anak bangsa Indonesia dan tidak terpisah dari tindak-tindak melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan gerakan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dan perlu diketahui cita-cita pendidikan di Indonesia jelas tidak sama dengan cita-cita pendidikan bangsa atau Negara asing. Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita pendidikan yang pasti yang harus dikejar dan diwujudkan, yaitu manusia Indonesia seutuhnya yang dijiwai oleh sila-sila pancasila.
Tindak merealisasikan teori pendidikan Indonesia yang menguraikan definisi pendidikan, tujuan pendidikan, model pendidikan, dan cara mencapai tujuan yang jelas perlu kembali dibukukan dengan penelitian-penelitian oleh ahli pendidikan Indonesia. Sehingga mempermudah perkontruksian strategi, pendekatan, siasat, atau taktik oleh pendidik sendiri berdasarkan pengetahuan, pemahaman, logika, dan pengalamannya terhadap anak didik di tanah air merupakan idealisasi bentuk dari seni mendidik yang cukup terbilang urgen dilakukan oleh pendidik Indonesia ataupun pendidik di Indonesia. Seni mendidik ini bukanlah milik khusus teori umum pendidikan, melainkan juga milik pendidikan secara umum dan milik ilmu pendidikan.
Terkait dengan metamorposis kurikulum yang dianggap oleh tidak banyak orang sebagai cara mencapai tujuan dengan sifat tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman atau arus globalisasi, perlu dilakukan filterisasi pandangan, yakni pandangan yang perlu difilterisasi adalah cara memandang pendidikan tidak sepenuhnya sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan proses pemerdekaan manusia, tetapi mulai berhijrah menuju pendidikan sebagai komoditas. Cara memandang seperti ini jelas tidak secara langsung menghukum pemangku kebijakan dengan anggapan bentuk impor teorisasi eksternal yang esensialnya mementingkan peranan bangsanya sendiri, dan tentunya akan menganggap kita sudah benar-benar telah ketergantungan intelektual.
Masih belum dingin inisiasi hari pendidikan nasional kemarin, dapatlah kita kembali bersua kata dengan meng-alienasi-kan sikap ketergantungan intelektual ataupun cara memandang teori eksternal lebih jelas bagus dibanding dengan teori-teori internal yang bersumberisasi kebudayaan Nusantara. Terakhir, hakikat pendidikan nasional adalah membangun peradaban bangsa melalui membangun manusia seutuhnya. Pendidikan merupakan hak setiap umat Tuhan. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang dienyam oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa dapat dilihat dari maju atau tidaknya pendidikan suatu bangsa. Bagus ikhlas tidaknya pendidik mendidik dapat dilihat dari budaya belajar dalam pendidikan anak didik kita. Sehingga mari kita selami lautan ilmu pengetahuan itu, tapi jangan sampai kita tenggelam-mati di dasar lautan ilmu pengetahuan itu. Mari kita bersama-sama timbul kembali dengan membawa mutiara pendidikan keindonesiaan untuk perhiasan ibu pertiwi. Amin

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Subscribe

Flickr